Jika dalam kalender modern kita mengenal hari mulai Senin hingga Minggu, maka hal itu tidak ditemukan dalam kalender Batak. Tanggal yang kita kenal setiap bulan mulai dari tanggal 1 hingga 30, juga tidak terdapat dalam kalender Batak. Tanggal itu bukan berbentuk angka, tapi nama.
Menurut berbagai sumber,
parhalaan memiliki bulan sebanyak 12, yaitu
Sipaha Sada (Januari),
Sipaha Dua (Februari),
Sipaha Tolu (Maret) ,
Sipaha Opat (April),
Sipaha Lima (Mei),
Sipaha Onom (Juni),
Sipaha Pitu (Juli),
Sipaha Ualu (Agustus),
Sipaha Sia (September), dan
Sipaha Sampulu (Oktober).
Sedangkan bulan ke-11 (November) disebut dengan Bulan Li, bulan ke-12 (Desember) disebut dengan Hurung.
Sedangkan tanggal atau 30 hari dalam sebulan diberi nama dan makna masing-masing, yaitu:
Artia (1),
Suma (2),
Anggara (3),
Muda (4),
Boraspati (5),
Singkora (6),
Samisara (7),
Artia ni Aek (8),
Sumani Mangodap (9),
Anggara Sappulu (10),
Muda ni Mangodap (11),
Boraspati ni Mangodap (12),
Singkora Purnama (13),
Samisara Purnama (14),
Tula (15),
Suma ni Holom (16),
Anggara ni Holom (17),
Muda ni Holom (18),
Boraspati ni Holom (19),
Singkora Maraturun (20),
Samisara Maraturun (21),
Artia ni Angga (22),
Suma ni Mate (23),
Anggara ni Begu (24),
Muda ni Mate (25),
Boraspati ni Gok (26),
Singkora Hundul (27),
Samisara Bulan Mate (28),
Hurung (29),
Ringkar (30).
Dalam praktek sehar-hari, parhalaan (kalender) ini sesungguhnya tidak
digunakan untuk penanggalan waktu, tapi lebih bertujuan mencari hari
baik dalam manjalankan aktivitas, yang disebut dengan
maniti ari atau manjujuri ari. Sekelompok minoritas Batak hingga saat ini masih menggunakan parhalaan dalam kehidupan sehari-hari yaitu Parmalim, agama leluhur Batak.
Sumber : rothua pardede
maniti ari atau manjujuri ari. Sekelompok minoritas Batak hingga saat ini masih menggunakan parhalaan dalam kehidupan sehari-hari yaitu Parmalim, agama leluhur Batak.
Sumber : rothua pardede